LAPORAN PENDAHULUAN PADA STROKE HEMORAGIK DAN NON HEMORAGICK

Senin, 22 Agustus 2011

A. PENGERTIAN
Menurut WHO (1997) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Menurut Sylvia A. Price (1995) pengertian dari stroke adalah suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisma dan kelainan perkembangan.
Menurut Susan Martyn Tucker (1996), definisi Stroke adalah awitan defisit neurologis yang berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan oleh oklusi atau stenosis pembuluh darah karena embolisme, trombosis, atau hemoragi, yang mengakibatkan iskemia otak.
Dari beberapa pendapat tentang stroke diatas, maka ditarik kesimpulan bahwa pengertian stroke adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara mendadak.

Stroke dibagi menjadi dua :
1. Stroke Non Haemoragik
Yaitu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia. Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu stroke embolik dan stroke trombotik.

2. Stroke Haemoragik
Yaitu suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk.


B. ANATOMI
1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon. (Satyanegara, 1998)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawah ke atas adalah medula oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi. (Sylvia A. Price, 1995)

2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dan dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.(Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang system vertebrobasilaris ini memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon, sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial. (Satyanegara, 1998)


C. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya stroke adalah :
1. Stroke Non Haemoragik
a. Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis
b. Embolus
Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community based) didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak, apakah yang permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20% oleh emboli dari jantung (Lumbantobing, 2001). Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit jantung.

2. Stroke Haemoragik
a. Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri
b. Pecahnya aneurisma
Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia A. Price, 1995)

c. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).
- Trombosis sinus dura
- Diseksi arteri karotis atau vertebralis
- Vaskulitis sistem saraf pusat
- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)
- Migran
- Kondisi hyperkoagulasi
- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)
- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)
- Miksoma atrium.

3. Faktor Resiko :
- Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
- Yang dapat diubah : hypertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan obat dan alcohol, hematokrit meningkat, bruit karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.

D. PATOFISIOLOGI
Suatu manifestasi neurologi yang umum dan timbul secara mendadak sebagai akibat adanya gangguan suplai darah ke otak. Definisi lain menyatakan bahwa stroke adalah disfungsi neurologi akut disebabakan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Sedangkan stroke hemoragik adalah Stroke yang terjadi karena perdarahan subarachnoid, mungkin disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah tertentu. Biasanya terjadi saat pasien melakukan aktifitas atau saat aktif tetapi bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan pembuluh darah otak, pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat.Pada tahap pertama dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak.
Sumbatan pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher (karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda-tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan. Umumnya kurang dari 24 jam, jadi misalnya pagi hari serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali. Pada malam harinya tidak pernah terjadi kelemahan yang berangsur-angsur menjadi lumpuh maka penyebabnya adalah bukan penyakit primer pada pembuluh darah otak tetapi oleh sebab lain misalnya tumor yang menekan pembuluh darah otak. Keadaan ini disebut “stroke syndrome”.


MEKANISME TERJADINYA STROKE

NON HEMORAGIK HEMORAGIK



Fragmen Arterosklerosis Plak, ateromentosa Hipertensi/terjadi
Sinus karotis, perdarahan
Arteri karotis interna

Trombus Aneurisma


Ruptur arteri cerebri


Ekstravasasi darah diotak/
Subarachnoid


Vasospasme arteri


Menyebar ke hemisfer otak & sirkulus Willisi

EMBOLI



OKLUSI PERDARAHAN CEREBRI



Anoxia perfusi vaskularisasi distal


Metabolisme Anaerob Iskemia





Metabolisme asam Pelepasan kolateral


Asidosis local Aktifitas elektrolit terhenti


Pompa Na+ gagal Pompa Na+, K+ gagal


EDEMA Na+, Air masuk ke sel


Edema intrasel & ekstrasel


Perfusi jaringan cerebral menurun




SEL MATI SECARA PROGRESIF SYOK

E. TANDA DAN GEJALA
1 Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
- Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh
- Peningkatan refleks tendon
- Ataksia
- Tanda babinski
- Tanda-tanda serebral
- Disfagia
- Disartria
- Sincope, stupor, koma, pusing, gangguan ingatan.
- Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata).
- Muka terasa baal.

2 Arteri Karotis Interna
- Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah arteri ke retina
- Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang wajah.

3 Arteri Serebri Anterior
- Gejala paling primer adalah kebingungan
- Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai
- Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang
- Timbul gerakan volunter pada tungkai terganggu
- Gangguan sensorik kontra lateral
- Dimensi reflek mencengkeram dan refleks patologis

4 Arteri Serebri Posterior
- Koma
- Hemiparesis kontralateral
- Afasia visual atau buta kata (aleksia)
- Kelumpuhan saraf kranial ketiga – hemianopsia, koreo – athetosis

5 Arteri Serebri Media
- Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai lengan)
- Kadang-kadang heminopsia kontralateral (kebutaan)
- Afasia global (kalau hemisfer dominan yang terkena)
- Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan komunikasi
- Disfagia

F. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan umum 5 B dengan penurunan kesadaran :

1 Breathing (Pernapasan)
- Usahakan jalan napas lancar.
- Lakukan penghisapan lendir jika sesak.
- Posisi kepala harus baik, jangan sampai saluran napas tertekuk.
- Oksigenisasi terutama pada pasien tidak sadar.

2 Blood (Tekanan Darah)
- Usahakan otak mendapat cukup darah.
- Jangan terlalu cepat menurunkan tekanan darah pada masa akut.

3 Brain (fungsi otak)
- Atasi kejang yang timbul.
- Kurangi edema otak dan tekanan intra cranial yang tinggi.


4 Bladder (kandung kemih)
- Pasang katheter bila terjadi retensi urine

5 Bowel (Pencernaan)
- Defekasi supaya lancar.
- Bila tidak bisa makan per-oral pasang NGT/Sonde.

b. Menurunkan kerusakan sistemik.
Dengan infark serebral terdapat kehilangan irreversible inti sentral jaringan otak. Di sekitar zona jaringan yang mati mungkin ada jaringan yang masih harus diselamatkan. Tindakan awal yang harus difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area iskemik. Tiga unsur yang paling penting untuk area tersebut adalah oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat. Kadar oksigen dapat dipantau melalui gas-gas arteri dan oksigen dapat diberikan pada pasien jika ada indikasi. Hypoglikemia dapat dievaluasi dengan serangkaian pemeriksaan glukosa darah.
c. Mengendalikan Hypertensi dan Peningkatan Tekanan Intra Kranial
Kontrol hypertensi, TIK dan perfusi serebral dapat membutuhkan upaya dokter maupun perawat. Perawat harus mengkaji masalah-masalah ini, mengenalinya dan memastikan bahwa tindakan medis telah dilakukan. Pasien dengan hypertensi sedang biasanya tidak ditangani secara akut. Jika tekanan darah lebih rendah setelah otak terbiasa dengan hypertensi karena perfusi yang adekuat, maka tekanan perfusi otak akan turun sejalan dengan tekanan darah. Jika tekanan darah diastolic diatas kira-kira 105 mmHg, maka tekanan tersebut harus diturunkan secara bertahap. Tindakan ini harus disesuaikan dengan efektif menggunakan nitropusid.
Jika TIK meningkat pada pasien stroke, maka hal tersebut biasanya terjadi setelah hari pertama. Meskipun ini merupakan respons alamiah otak terhadap beberapa lesi serebrovaskular, namun hal ini merusak otak. Metoda yang lazim dalam mengontrol PTIK mungkin dilakukan seperti hyperventilasi, retensi cairan, meninggikan kepala, menghindari fleksi kepala, dan rotasi kepala yang berlebihan yang dapat membahayakan aliran balik vena ke kepala. Gunakan diuretik osmotik seperti manitol dan mungkin pemberian deksamethasone meskipun penggunaannya masih merupakan kontroversial.
d. Terapi Farmakologi
Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragik, meskipun heparinisasi pada pasien stroke iskemik akut mempunyai potensi untuk menyebabkan komplikasi haemoragik. Heparinoid dengan berat molekul rendah (HBMR) menawarkan alternatif pada penggunaan heparin dan dapat menurunkan kecendrungan perdarahan pada penggunaannya. Jika pasien tidak mengalami stroke, sebaliknya mengalami TIA, maka dapat diberikan obat anti platelet. Obat-obat untuk mengurangi perlekatan platelet dapat diberikan dengan harapan dapat mencegah peristiwa trombotik atau embolitik di masa mendatang. Obat-obat antiplatelet merupakan kontraindikasi dalam keadaan adanya stroke hemoragi seperti pada halnya heparin.

e. Pembedahan
Beberapa tindakan pembedahan kini dilakukan untuk menangani penderita stroke. Sulit sekali untuk menentukan penderita mana yang menguntungkan untuk dibedah. Tujuan utama pembedahan adalah untuk memperbaiki aliran darah serebral.
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hypertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernapasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.

G. KOMPLIKASI
1. TIK meningkat
2. Aspirasi
3. Atelektasis
4. Kontraktur
5. Disritmia jantung
6. Malnutrisi
7. Gagal napas

H. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
1. Pembatasan makan garam; dimulai dari masa muda, membiasakan memakan makanan tanpa garam atau makanan bayi rendah garam.
2. Khususnya pada orang tua, perawatan yang intensif untuk mempertahankan tekanan darah selama tindakan pembedahan. Cegah jangan sampai penderita diberi obat penenang berlebihan dan istirahat ditempat tidur yang terlalu lama.
3. Peningkatan kegiatan fisik; jalan setiap hari sebagai bagian dari program kebugaran.
4. Penurunan berat badan apabila kegemukan
5. Berhenti merokok
6. Penghentian pemakaian kontrasepsi oral pada wanita yang merokok, karena resiko timbulnya serebrovaskular pada wanita yang merokok dan menelan kontrasepsi oral meningkat sampai 16 kali dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok dan tidak menelan pil kontrasepsi.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. (Lismidar, 1990)
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien. (Marilynn E. Doenges et al, 1998)

1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Susan Martin Tucker, 1998)
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus, gangguan kejang, kelainan neurologis, kanker, stroke, retardasi mental.
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

b. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran
b) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
c) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
2) Pemeriksaan integumen
a) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
b) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
c) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
3) Pemeriksaan kepala dan leher
a) Kepala : bentuk normocephalik
b) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
c) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurology
a) Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.
b) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh.
c) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemiparestesi
d) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan radiology
a) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
b) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
c) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler. (Satyanegara, 1998)
d) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara, 1998)
b) Pemeriksaan darah rutin
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
c) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
READ MORE - LAPORAN PENDAHULUAN PADA STROKE HEMORAGIK DAN NON HEMORAGICK

LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

Senin, 25 Juli 2011

A. Pengertian
PengertianAsma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas.

B. Etiologi
EtiologiAsma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2. Pembengkakan membran bronkus.
3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

C. Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus pada bronkriolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas, sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan adnya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi (stress) dapat memacu serangan asma.

D. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspne, dari wheezing.Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1. Tingkat I :
a. Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b. b Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium.

2. Tingkat II :
a. Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
b. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3. Tingkat III :
a. Tanpa keluhan.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c. Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4. Tingkat IV :
a. Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5. Tingkat V :
a. Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, taki kardi.

E. Klasifikasi
Klasifikasi asmaAsma dibagi atas dua kategori, yaitu:
Ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu, binatang, makanan, rokok dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis,
sedangkan non alergi tidak berhubungan secara spesifik dengan alergen.Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, exercise, emosi dan lingkungan dengan polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emphysema selain alergi juga dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.


F. Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
2. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
3. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
1. Pengobatan dengan obat-obatan, Seperti :Beta agonist (beta adnergik agent), Methylxanlines (enphy bronkodilator), Anti kounergik (bronkodilator), Kortikosterad, Mart cell inhibitor (lewat inhalasi)
2. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : Oksigen 4-6 liter/menit., Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% yang dan berikan perlahan, Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam, Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.

G. Komlikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah
1. Pneumotoraks,
2. Atelektasis,
3. Gagal nafas,
4. Bronkhitis dan
5. Fraktur iga.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Status mental : lemas, takut, gelisahPernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
2) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelahb.
3) Pemeriksaan fisikDada
a) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
b) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter trnsversal
c) Keabnormalan struktur Thorax
d) Contour dada simetris
e) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
f) RR dan ritme selama satu menit. Palpasi : Temperaur kulit, Premitus : Pibrasi dada, Pengembangan dada, Krefitasi, Masa, Edema.
g) Auskultasi : Vesikuler, Broncho vesikuler, Hyper ventilasi, Rochi, Whizing.
h) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
1) Spirometri :Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi : Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus, Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. Tes provokasi bronkial seperti :Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aquci destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
4) Pemeriksaan sputum.
READ MORE - LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA DM

Minggu, 17 Juli 2011

A. Pengertian
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long)
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart)
Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO).
Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002).

B. Eiologi
Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.
Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu :
1. Faktor genetikRiwayat keluarga dengan diabetes :
Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %.
2. Faktor non genetic
a. Infeksi ; Virus dianggap sebagai “trigger” pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus.
b. Nutrisi
1) Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin.
2) Malnutrisi protein
3) Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis.
c. Stres ; Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan hyperglikemia sementara.
d. Hormonal ; Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat

C. Klasifikasi
Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu :
1. Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan.

2. Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu :
a. Non obesitas
b. Obesitas
3. Diabetes mellitus type lain
a. Diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain.
b. Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain :
Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik
c. Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

D. Patofisiologi
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi 180 mg%.
Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto – asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

E. Manifestasi klinik
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
1. Poliuri (banyak kencing)
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2. Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3. Polipagi (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
4. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
5. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.

F. Penatalaksanaan.
Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin.
Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu :
J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan.
J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar.
J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis).

Diet pada penderita diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain :
1. Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %. Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya.
2. Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %. Diberikan pada penderita diabetes terutama yang :
a. Kurang tahan lapan dengan dietnya.
b. Mempunyai hyperkolestonemia.
c. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner.
d. Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata.
e. Telah menderita diabetes dari 15 tahun
3. Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %. Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang :
a. Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia.
b. Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %.
c. Masih muda perlu pertumbuhan.
d. Mengalami patah tulang.
e. Hamil dan menyusui.
f. Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis.
g. Menderita tuberkulosis paru.
h. Menderita penyakit graves (morbus basedou).
i. Menderita selulitis.
j. Dalam keadaan pasca bedah.
Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi.

4. Diet B1 dan B¬2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal. Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt.
Sifat-sifat diet B2
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang.
b. Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial.
c. Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 – 2300 kalori / hari.
Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah.
Diet B3
Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt
Sifat diet B3
a. Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari).
b. Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari.
c. Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein).
d. Tinggi karbohidrat dan rendah lemak.
e. Dipilih lemak yang tidak jenuh.
Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB.
G. Komplikasi
1. Akut
a. Hypoglikemia
b. Ketoasidosis
c. Diabetik
2. Kronik
a. Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b. Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic.
c. Neuropati diabetic.

H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari.
Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a. Aktivitas dan istirahat
b. Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.
c. Sirkulasi : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
d. Eliminasi : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
e. Nutrisi : Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
f. Neurosensori : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
g. Nyeri : Pembengkakan perut, meringis.
h. Respirasi : Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
i. Keamanan : Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.
j. Seksualitas : Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
READ MORE - LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA DM

ASKEP MALARIA

Senin, 30 Mei 2011


A. DEFENISI
Malaria adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles dengan gambaran penyakit berupa demam yang sering periodik, anemia, pembesaran limpa dan berbagai kumpulan gejala oleh karena pengaruhnya pada beberapa organ misalnya otak, hati dan ginjal. (http://medicafarma.blogspot.com)
Malaria adalah penyakit akut dan dapat menjadi kronik yang disebabkan oleh protozoa (genus plasmodium) yang hidup intra sel (Iskandar Zulkarnain, 1999). Malaria adalah penyakit infeksi yang dapat bersifat akut maupun kronik, disebabkan oleh protozoa genus plasmodium ditandai dengan demam, anemia dan splenomegali.
B. ETIOLOGI
Plasmodium adalah parasit yang termasuk vilum Protozoa, kelas sporozoa. Terdapat empat spesies Plasmodium pada manusia yaitu : Plasmodium vivax menimbulkan malaria vivax (malaria tertiana ringan). Plasmodium falcifarum menimbulkan malaria falsifarum (malaria tertiana berat), malaria pernisiosa dan Blackwater faver. Plasmodium malariae menimbulkan malaria kuartana, dan Plasmodium ovale menimbulkan malaria ovale. (Nelson, 1999)
Keempat spesies plasmodium tersebut dapat dibedakan morfologinya dengan membandingkan bentuk skizon, bentuk trofozoit, bentuk gametosit yang terdapat di dalam darah perifer maupun bentuk pre-eritrositik dari skizon yang terdapat di dalam sel parenkim hati.
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Plasmodium vivax ( malaria tertiana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.
2. Plasmodium falcifarum ( malaria tropika )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( lebih dari 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 miggu setela infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

3. Plasmodium malariae ( malaria kuartana )
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( gejala pertama tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang kembali setiap 3 hari )
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi
4. Plasmodium ovale ( jarang ditemukan )
Dimana manifestasi klinisnya mirip malaria tertiana :
a. Meriang
b. Panas dingin menggigil/ demam ( 8 sampai 12 jam, dapat terjadi dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi dapat terjadi selama 2 minggu setelah infeksi)
c. Keringat dingin
d. Kejang-kejang
e. Perasaan lemas, tidak nafsu makan, sakit pada tulang dan sendi.

D.PATOGENESIS/ PATOFISIOLOGI
Terjadinya infeksi oleh parasit Plasmodium ke dalam tubuh manusia dapat terjadi melalui dua cara yaitu :
1. Secara alami melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang mengandung parasit malaria
2. Induksi yaitu jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah manusia, misalnya melalui transfuse darah, suntikan, atau pada bayi yang baru lahir melalui plasenta ibu yang terinfeksi (congenital).
Patofisiologi malaria sangat kompleks dan mungkin berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Penghancuran eritrosit yang terjadi oleh karena :
-Pecahnya eritrosit yang mengandung parasit
-Fagositosis eritrosit yang mengandung dan tidak mengandung parasit
Akibatnya terjadi anemia dan anoksia jaringan dan hemolisis intravaskuler
b. Pelepasan mediator Endotoksin-makrofag
Pada proses skizoni yang melepaskan endotoksin, makrofag melepaskan berbagai mediator endotoksin.
c. Pelepasan TNF ( Tumor necrosing factor atau factor nekrosis tumor )
Merupakan suatu monokin yang dilepas oleh adanya parasit malaria. TNF ini bertanggung jawab terhadap demam, hipoglikemia, ARDS.
d. Sekuetrasi eritrosit
Eritrosit yang terinfeksi dapat membentuk knob di permukaannya. Knob ini mengandung antigen malaria yang kemudian akan bereaksi dengan antibody. Eritrosit yang terinfeksi akan menempel pada endotel kapiler alat dalam dan membentuk gumpalan sehingga terjadi bendungan. (http://medicafarma.blogspot.com)
E. DATA PENUNJANG
1. Laboratorium
Anemia pada malaria dapat terjadi akut maupun kronik, pada keadan akut terjadi penurunan yang cepat dari Hb. Penyebab anemia pada malaria adalah pengrusakan eritrosit oleh parasit, penekanan eritropoesis dan mungkin sangat penting adalah hemolisis oleh proses imunologis. Pada malaria akut juga terjadi penghambatan eritropoesis pada sumsum tulang, tetapi bila parasitemia menghilang, sumsum tulang menjadi hiperemik, pigmentasi aktif dengan hyperplasia dari normoblast. Pada darah tepi dapat dijumpai poikilositosis, anisositosis, polikromasia dan bintik-bintik basofilik yang menyerupai anemia pernisioasa. Juga dapat dijumpai trombositopenia yang dapat mengganggu proses koagulasi.
Pada malaria tropika yang berat maka plasma fibrinogen dapat menurun yang disebabkan peningkatan konsumsi fibrinogen karena terjadinya koagulasi intravskuler. Terjadi ikterus ringan dengan peningkatan bilirubin indirek yang lebih banyak dan tes fungsi hati yang abnormal seperti meningkatnya transaminase, tes flokulasi sefalin positif, kadar glukosa dan fosfatase alkali menurun. Plasma protein menurun terutama albumin, walupun globulin meningkat. Perubahan ini tidak hanya disebabkan oleh demam semata melainkan juga karena meningkatkan fungsi hati. Hipokolesterolemia juga dapat terjadi pada malaria. Glukosa penting untuk respirasi dari plasmodia dan peningkatan glukosa darah dijumpai pada malaria tropika dan tertiana, mungkin berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Kalium dalam plasma meningkat pada waktu demam, mungkin karena destruksi dari sel-sel darah merah. LED meningkat pada malaria namun kembali normal setelah diberi pengobatan.
2. Diagnosis
Diagnosis malaria sering memerlukan anamnesa yang tepat dari penderita tentang asal penderita apakah dari daerah endemic malaria, riwayat bepergian ke daerah malaria, riawayat pengobatan kuratip maupun preventip.
a. Pemeriksaan tetes darah untuk malaria
Pemeriksaan mikroskopik darah tepi untuk menemukan adanya parasit malaria sangat penting untuk menegakkan diagnosa. Pemeriksaan satu kali dengan hasil negative tidak mengenyampingkan diagnosa malaria. Pemeriksaan darah tepi tiga kali dan hasil negative maka diagnosa malaria dapat dikesampingkan. Adapun pemeriksaan darah tepi dapat dilakukan melalui :
1) Tetesan preparat darah tebal
Merupakan cara terbaik untuk menemukan parasit malaria karena tetesan darah cukup banyak dibandingkan preparat darah tipis. Sediaan mudah dibuat khususnya untuk studi di lapangan. Ketebalan dalam membuat sediaan perlu untuk memudahkan identifikasi parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran 700-1000 kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit. Bila leukosit 10.000/ul maka hitung parasitnya ialah jumlah parasit dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter darah.
b). Tetesan preparat darah tipis. Digunakan untuk identifikasi jenis plasmodium, bila dengan preparat darah tebal sulit ditentukan. Kepadatan parasit dinyatakan sebagai hitung parasit (parasite count), dapat dilakukan berdasar jumlah eritrosit yang mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit > 100.000/ul darah menandakan infeksi yang berat. Hitung parasit penting untuk menentukan prognosa penderita malaria. Pengecatan dilakukan dengan pewarnaan Giemsa, atau Leishman’s, atau Field’s dan juga Romanowsky.
Pengecatan Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.
b. Tes Antigen : p-f test
Yaitu mendeteksi antigen dari P.falciparum (Histidine Rich Protein II). Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Deteksi untuk antigen vivaks sudah beredar dipasaran yaitu dengan metode ICT. Tes sejenis dengan mendeteksi laktat dehidrogenase dari plasmodium (pLDH) dengan cara immunochromatographic telah dipasarkan dengan nama tes OPTIMAL. Optimal dapat mendeteksi dari 0-200 parasit/ul darah dan dapat membedakan apakah infeksi P.falciparum atau P.vivax. Sensitivitas sampai 95 % dan hasil positif salah lebih rendah dari tes deteksi HRP-2. Tes ini sekarang dikenal sebagai tes cepat (Rapid test).
c). Tes Serologi
Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai tekhnik indirect fluorescent antibody test. Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody specific terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibody baru terjadi setelah beberapa hari parasitemia. Manfaat tes serologi terutama untuk penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200 dianggap sebagai infeksi baru ; dan test > 1:20 dinyatakan positif . Metode-metode tes serologi antara lain indirect haemagglutination test, immunoprecipitation techniques, ELISA test, radio-immunoassay.
d). Pemeriksaan PCR (Polymerase Chain Reaction) --->pemeriksaan infeksi
Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan tekhnologi amplifikasi DNA, waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi. Keunggulan tes ini walaupun jumlah parasit sangat sedikit dapat memberikan hasil positif. Tes ini baru dipakai sebagai sarana penelitian dan belum untuk pemeriksaan rutin.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P.falciparum dan sering disebut pernicious manifestasions. Sering terjadi mendadak tanpa gejala-gejala sebeumnya, dan sering terjadi pada penderita yang tidak imun seperti pada orang pendatang dan kehamilan. Komplikasi terjadi 5-10 % pada seluruh penderita yang dirawat di RS dan 20 % diantaranya merupakan kasus yang fatal.
Penderita malaria dengan kompikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut WHO didefinisikan sebagai infeksi P.falciparum dengan satu atau lebih komplikasi sebagai berikut :
1. Malaria serebral (coma) yang tidak disebabkan oleh penyakit lain atau lebih dari 30 menit setelah serangan kejang ; derajat penurunan kesadaran harus dilakukan penilaian berdasar GCS (Glasgow Coma Scale) ialah dibawah 7 atau equal dengan keadaan klinis soporous.
2. Acidemia/acidosis ; PH darah <>respiratory distress.
3. Anemia berat (Hb <> 10.000/ul; bila anemianya hipokromik atau miktositik harus dikesampingkan adanya anemia defisiensi besi, talasemia/hemoglobinopati lainnya.
4. Gagal ginjal akut (urine kurang dari 400 ml/24 jam pada orang dewasa atau 12 ml/kg BB pada anak-anak) setelah dilakukan rehidrasi, disertai kreatinin > 3 mg/dl.
5. Edema paru non-kardiogenik/ARDS (adult respiratory distress syndrome).
6. Hipoglikemi : gula darah <>
7. Gagal sirkulasi atau syok : tekanan sistolik <> C:8).10
8. Perdarahan spontan dari hidung atau gusi, saluran cerna dan disertai kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler
9. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24 jam
10. Makroskopik hemoglobinuri oleh karena infeksi malaria akut (bukan karena obat anti malaria/kelainan eritrosit (kekurangan G-6-PD)
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada pembuluh kapiler pada jaringan otak.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pengobatan malaria dapat dilakukan dengan memberikan obat antimalari. Obat antimalaria dapat dibagi dalam 9 golongan yaitu :
1.kuinin (kina)
2.mepakrin
3.klorokuin, amodiakuin
4.proguanil, klorproguanil
5.Primakuin
6.pirimetamin
7.sulfon dan sulfonamide
8.kuinolin methanol
9.antibiotic
Berdasarkan suseptibilitas berbagai macam stadium parasit malaria terhadap obat antimalaria, maka obat antimalaria dapat juga dibagi dalam 5 golongan yaitu :
1 Skizontisida jaringan primer yang dapat membunuh parasit stadium praeritrositik dalam hati sehingga mencegah parasit masuk dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai obat profilaksis kausal. Obatnya adalah proguanil, pirimetamin.
2 Skizontisida jaringan sekunder dapat membunuh parasit siklus eksoeritrositik P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai obat anti relaps, obatnya adala primakuin.
3 Skizontisida darah yang membunuh parasit stadium eritrositik, yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinik. Obat ini digunakan untuk pengobatan supresif bagi keempat spesies Plasmodium dan juga dapat membunuh stadium gametosit P. vivax, P. malariae dan P. ovale, tetapi tidak efektif untuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah kuinin, klorokuin atau amodiakuin; atau proguanil dan pirimetamin yang mempunyai efek terbatas.
4 Gametositosida yang menghancurkan semua bentuk seksual termasuk gametosit P. falcifarum. Obatnya adalah primakuin sebagai gametositosida untuk keempat spesies dan kuinin, klorokuin atau amodiakuin sebagai gametositosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale.
5 Sporontosida yang dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Obat – obat yang termasuk golongan ini adalah primakuin dan proguanil.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MALARIA

A. Pengkajian
1. Aktivitas/ istirahat
• Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum
• Tanda : Takikardi, Kelemahan otot dan penurunan kekuatan.
2. Sirkulasi
• Tanda : Tekanan darah normal atau sedikit menurun. Denyut perifer kuat dan cepat (fase demam) Kulit hangat, diuresis (diaphoresis ) karena vasodilatasi. Pucat dan lembab (vaso kontriksi), hipovolemia,penurunan aliran darah.
3. Eliminasi
• Gejela : Diare atau konstipasi; penurunan haluaran urine
• Tanda : Distensi abdomen
4. Makanan dan cairan
• Gejala : Anoreksia mual dan muntah
• Tanda : Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutan, dan Penurunan masa otot. Penurunan haluaran urine, kosentrasi urine.
5. Neuro sensori
• Gejala : Sakit kepala, pusing dan pingsan.
• Tanda : Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientas deliriu atau koma.
6. Pernapasan.
• Tanda : Tackipnea dengan penurunan kedalaman pernapasan .
• Gejala : Napas pendek pada istirahat dan aktivitas
7. Penyuluhan/ pembelajaran
• Gejala : Masalah kesehatan kronis, misalnya hati, ginjal, keracunan alkohol, riwayat splenektomi, baru saja menjalani operasi/ prosedur invasif, luka traumatik.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien dengan malaria berdasarkan dari tanda dan gejala yang timbul dapat diuraikan seperti dibawah ini (Doengoes, Moorhouse dan Geissler, 1999):

1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat ; anorexia; mual/muntah
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem kekebalan tubuh; prosedur tindakan invasif
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme, dehidrasi, efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh.
5. Kurang pengetahuan, mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahan interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.
C. Intervensi Keperawatan
Rencana keperawatan malaria berdasarkan masing-masing diagnosa diatas adalah
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan asupan makanan yang tidak sdekuat; anorexia; mual/muntah .
Tindakan/ Intervensi :
• Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien. Rasional : mengawasi masukan kalori atau kualitas kekeurangan konsumsi makanan.
• Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat. Rasional : Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia
• Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur. Rasional : Mengawasi penurunan berat badan atau efektifitas nitervensi nutrisi
• Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni. Rasional : Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ kontrol
• Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ
• Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi. Rasional : Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan penurunan sistem tubuh (pertahanan utama tidak adekuat), prosedur invasif.
Tindakan/ Intervensi :
• Pantau terhadap kecenderungan peningkatan suhu tubuh. Rasional : Demam disebabkan oleh efek endoktoksin pada hipotalamus dan hipotermia adalah tanda tanda penting yang merefleksikan perkembangan status syok/ penurunan perfusi jaringan.
• Amati adanya menggigil dan diaforosis. Rasional : Menggigil sering kali mendahului memuncaknya suhu pada infeksi umum.
• Memantau tanda - tanda penyimpangan kondisi/ kegagalan untuk memperbaiki selama masa terapi. Rasional : Dapat menunjukkan ketidak tepatan terapi antibiotik atau pertumbuhan dari organisme.
• Berikan obat anti infeksi sesuai petunjuk. Rasional : Dapat membasmi/ memberikan imunitas sementara untuk infeksi umum
• Dapatkan spisemen darah. Rasional : Identifikasi terhadap penyebab jenis infeksi malaria
3. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme dehirasi efek langsung sirkulasi kuman pada hipotalamus.
Tindakan/ intervensi :
• Pantau suhu pasien (derajat dan pola), perhatikan menggigil. Rasional : Hipertermi menunjukan proses penyakit infeksius akut. Pola demam menunjukkan diagnosis.
• Pantau suhu lingkungan. Rasional : Suhu ruangan/ jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
• Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alkohol. Rasional : Dapat membantu mengurangi demam, penggunaan es/alkohol mungkin menyebabkan kedinginan. Selain itu alkohol dapat mengeringkan kulit.
• Berikan antipiretik. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.
• Berikan selimut pendingin. Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan hipertermi.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang di perlukan untuk pengiriman oksigen dan nutrient dalam tubuh
Tindakan/ intervensi :
• Pertahankan tirah baring bantu dengan aktivitas perawatan. Rasional : Menurunkan beban kerja miokard dan konsumsi oksigen, memaksimalkan efektifitas dari perfusi jaringan.
• Pantau terhadap kecenderungan tekanan darah, mencatat perkembangan hipotensi dan perubahan pada tekanan nadi. Rasional : Hipotensi akan berkembang bersamaan dengan kuman yang menyerang darah.
• Perhatikan kualitas, kekuatan dari denyut perifer. Rasional : Pada awal nadi cepat kuat karena peningkatan curah jantung, nadi dapat lemah atau lambat karena hipotensi yang terus menerus, penurunan curah jantung dan vaso kontriksi perifer.
• Kaji frukuensi pernafasan kedalaman dan kualitas. Perhatikan dispnea berat. Rasional : Peningkatan pernafasan terjadi sebagai respon terhadap efek-efek langsung dari kuman pada pusat pernafasan. Pernafasan menjadi dangkal bila terjadi insufisiensi pernafasan, menimbulkan resiko kegagalan pernafasan akut.
• Berikan cairan parenteral. Rasional : Untuk mempertahankan perfusi jaringan, sejumlah besar cairan mungkin dibutuhkan untuk mendukung volume sirkulasi.
5. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat kesalahasn interprestasi informasi, keterbatasan kognitif.

Tindakan/ intervensi:
• Tinjau proses penyakit dan harapan masa depan. Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan.
• Berikan informasi mengenai terapi obat - obatan, interaksi obat, efek samping dan ketaatan terhadap program. Rasional : Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dalam penyembuhan dan mengurangi kambuhnya komplikasi.
• Diskusikan kebutuhan untuk pemasukan nutrisional yang tepat dan seimbang. Rasional : Perlu untuk penyembuhan optimal dan kesejahteraan umum.
• Dorong periode istirahat dan aktivitas yang terjadwal. Rasional : Mencegah pemenatan, penghematan energi dan meningkatkan penyembuhan.
• Tinjau perlunya kesehatan pribadi dan kebersihan lingkungan. Rasional : Membantu mengontrol pemajanan lingkungan dengan mengurangi jumlah penyebab penyakit yang ada.
• Identifikasi tanda dan gejala yang membutuhkan evaluasi medis. Rasional : Pengenalan dini dari perkembangan / kambuhnya infeksi.
• Tekankan pentingnya terapi antibiotik sesuai kebutuhan. Rasional : Pengguaan terhadap pencegahan terhadap infeksi.
READ MORE - ASKEP MALARIA

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEPHALUS POST OPERASI SHUNT

Senin, 18 April 2011

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Hidrosephalus adalah akumulasi berlebihan dari Cairan Serebro Spinal (CSS) dalam sistem ventrikel, yang mengakibatkan dilatasi positif pada ventrikel (Wong, 2004:572).
Hidrosephalus adalah keadaan dimana jumlah CSS dalam rongga serebro spinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan syaraf (Silvia, 1995:917).
Hidrosephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinal, disebabkan oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorsi cairan tersebut (Darto sahars.wordpress.com/2006/05/20/hidrosephal).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hidrosephalus adalah suatu keadaan patologis otak akibat akumulasi berlebih dari CSS yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan syaraf dan disebabkan oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorsi CSS.
Shunt adalah pengaliran darah atau cairan bukan melalui pembuluh darah yang lazim atau aliran pintas (Hincliff, 1999: 402).
2. Etiologi
a. Kelainan bawaan
1) Stenosis akuaduktus silvi
Merupakan penyebab yang paling banyak pada hidrosephalus pada bayi dan anak (60-90%). Aquaduktus dapat berupa saluran yang buntu sama sekali atau abnormal (lebih sempit)
2) Spina bifida
Hidrosephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga menyebabkan sumbatan.
3) Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen luscha dan magandi pada ventrikel IV.
4) Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
b. Infeksi
Infeksi dapat mengakibatkan perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Biasanya terjadi setelah proses infeksi, infeksi yang sering menyebabkan Hidrosephalus adalah infeksi saluran pernapasan.
c. Neoplasma
Hidrosephalus dapat disebabkan oleh neoplasma jika tumor tersebut menekan atau menyumbat saluran dari cairan serebro spinal.
d. Perdarahan
Telah banyak di buktikan bahwa perdarahan dalam otak sebelum dan sesudah lahir, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
3. Anatomi Fisiologi Syaraf
Sistem syaraf dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Sistem syaraf tepi terdiri dari susunan syaraf otonom dan susunan syaraf somatik, sedangkan sistem syaraf pusat terdiri dari medulla spinalis dan otak.
a. Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medulla oblongata melalui foramen magnum dan terus kebawah melalui kolumna vertebralis sampai vertebra lumbalis pertama (L1). Fungsi medulla spinalis adalah mengkoordinasi gerakan refleks, mengkoordinasi anggota gerak / tubuh, dan menyampaikan stimulus ke otak.
b. Otak
Otak dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1) Otak besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol. Disini terdapat pusat-pusat syaraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik. Otak besar terdiri dari empat lobus yaitu :
a) Lobus frontalis
Lobus ini terletak didepan sulkus sentralis, mempunyai fungsi mengatur gerakan-gerakan terlatih seperti menulis, motorik bicara, dan mengemudi. Pada bagian prefrontal berfungsi melakukan kegiatan intelektual kompleks (berfikir), beberapa fungsi ingatan, rasa tanggung jawab dan penilaian / pandangan ke masa depan.
b) Lobus parientalis
Lobus parientalis terletak didepan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh korako oksipital. Lobus ini memiliki fungsi utama memproses informasi sensorik (nyeri, suhu, sensasi raba dan tekan).
c) Lobus temporalis
Terletak dibawah lateral dari fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis. Berfungsi sebagai area sensori reseptif untuk impuls pendengaran dan mempunyai peran dalam proses ingatan tertentu.
d) Lobus oksipitalis
Bagian ini terletak dibagian belakang dari serebrum, mempunyai fungsi penglihatan, berperan dalam refleks gerak mata apabila sedang memandang atau mengikuti gerak objek.
2) Otak kecil (serebellum)
Terletak didalam fosa kranialis posterior dan ditutupi oleh durameter yang memisahkannya dari lobus oksipitalis. Fungsi utama dari serebellum adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasikan dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
3) Batang otak
Batang otak pada bagian atas berhubungan dengan cerebrum, pada bagian bawah berhubungan dengan medulla oblongata dan medulla spinalis. Batang otak terdiri dari lima bagian yaitu :
a) Diensefalon
Adalah bagian teratas dari batang otak yang terletak diantara otak kecil dan mesensefalon, bagian ini berfungsi :
(1). Sebagai pengatur vasokonstriksi bagi pembuluh darah
(2). Berperan sebagai proses pernapasan
(3). Mengatur kegiatan refleks
(4). Membantu pengaturan kerja jantung
b) Mesensefalon
Fungsi utama dari mesensefalon adalah berperan sebagai pusat pengatur pergerakan-pergerakan bola mata dan kelopak mata.
c) Pons vareli
Letak bagian ini diantara otak tengah dan medulla oblongata disini terdapat bagian yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks. Fungsi pons vareli antara lain :
(1). Penghubung antara kedua bagian serebellum dan juga antara medulla oblongata dengan cerebrum (otak besar)
(2). Merupakan pusat dari nervus trigeminus
d) Medulla oblongata
Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan medulla spinalis keatas. Bagian medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis yang berada dibagian tengah ventral medulla oblongata. Fungsi medulla oblongata adalah :
(1). Mengontrol pekerjaan jantung
(2). Mengecilkan pembuluh darah
(3). Sebagai pusat pernapasan
(4). Mengontrol kegiatan refleks
e) Hipotalamus
Hipotalamus terletak antara cerebrum, batang otak, dan vertebra. Banyak cirri anatomi dasar pada hipotalamus yang sama dengan formasi retikuler batang otak, misalnya neuro isendrit. Hipotalus mempunyai fungsi utama dalam pengontrol suhu tubuh, berisi reseptor suhu yang memonitor suhu darah dan thermostat yang mengatur system control produksi panas
4) Suplai darah otak
Seperti jaringan tubuh lainnya, otak juga sangat tergantung dari aliran yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme. Kurang lebih 20 % dari seluruh suplai darah tubuh diberikan ke otak, suplai darah otak dijamin oleh 2 arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis, sedangkan aliran vena otak tak selalu paralel dengan suplai darah arteri; pembuluh darah vena meninggalkan otak melalui sinus dura dan kembali kesirkulasi umum melalui vena jugularis interna.
5) Ventrikel dan cairan serebro spinal (CSS)
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis dan mengandung CSS. Ventrikel 3 terletak didalam diensefalon, sedangkan ventrikel 4 dalam pons dan medulla oblongata, ventrikel lateral (I,II), terdapat pada setiap hemisfer serebri. Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi cairan serebro spinal yaitu pleksus koroideus, cairan ini diproduksi sekitar 500-700 ml perhari dan berisi air, elektrolit, CO2 dan O2 yang terlarut, glukosa, leukosit, dan sedikit protein. Cairan serebro spinal diproduksi di pleksus koroideus kemudian bersirkulasi dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subaraknoid, CSS diabsorsi oleh vili araknoid kedalam sinus dura. (pleksus koroideus - ventrikel lateral – foramen monro – ventrikel 3 – aquaduktus – ventrikel 4 – ruang subaraknoid – vili araknoid). Fungsi dari cairan serebro spinal adalah melembabkan otak dan medulla spinalis, melindungi organ-organ diotak dan medulla spinalis, melicinkan organ-organ medulla spinalis dan otak.
Sirkulasi CSS
c. syaraf tepi
Syaraf tepi dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1) Syaraf somatic
Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktifitas otot sadar atau serat lintang
2) Syaraf otomom
Menurut fungsinya syaraf otonom dibagi menjadi dua bagian yaitu saraf simpatis dan parasimpatis.
4. Patofisiologi
Akibat dari penyebab hidrosephlus (kelainan bawaan, infeksi, neoplasma, perdarahan) dapat mengakibatkan terganggunya saluran dan absorsi cairan serebro spinal dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK), yang menyebabkan tekanan intraventrikuler meningkat sehingga kornu anterior ventrikuler lateral melebar.
Dengan adanya pelebaran seluruh ventrikel lateral, dalam waktu yang singkat dan diikuti oleh penipisan ependim ventrikulus. Hal ini dapat mengakibatkan permeabilitas ventrikel meningkat menyebabkan peningkatan absorsi CSS dan akan menimbulkan edema substansia alba didekatnya. Menyebabkan terjadinya hidrosepahlus. Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular adalah sistem venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliran darah, sehingga terjadi hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim (kehilangan lipid dan protein).
5. Manifestasi klinis
a. Bayi
1) Kepala semakin membesar
2) Ubun-ubun menegang dan melebar
3) Sutura melebar
4) Perkembangan terhambat
5) Nistagmus horizontal
6) Cerebral Cry, yaitu tangisan pendek bernada tinggi dan bergetar
7) Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbital, sklera tampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang terbenam
8) Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot yang retak atau buah semangka pada pekusi kepala.
b. Anak
1) Muntah proyektil
2) Nyeri kepala
3) Kejang
4) Kesadaran menurun
5) Papiledema
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakan hidrosephalus antara lain:
a. Transmulasi kepala
b. Ultrasonografi kepala bila sutura belum menutup
c. CT-scan
7. Manajemen medik
a. Terapi medikamentosa
Hidrosephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obtruksi pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberikan asetazolamid dengan dosis 25-50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
b. Tindakan bedah
Terdapat 3 prinsip pengobatan untuk hidrosephalus antara lain :
1) Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroideus dengan reseksi atau koagulasi.
2) Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorsi
3) Mengeluarkan CSS kedalam organ eksternal :
Yaitu dengan cara mengalirkan cairan serebro spinal dari ventrikel keluar dari kranium. Drainase ini biasanya dilakukan pada penderita hidrosephalus obstruktif baik yang disebabkan oleh perdarahan maupun neoplasma. Komplikasi dari pemasangan shunt antara lain : disfungsi shunt, infeksi shunt, dan disproporsi kranioserebral. Macam dari shunt seperti :
a) Drainase ventrikulo-peritoneal
b) Drainase ventrikulo-pleural
c) Drainase ventrikulo-uretrostomi
d) Cara yang dianggap paling baik yaitu mengalirkan CSS kedalam vena jugularis dan jantung yang memungkinkan pengaliran CSS ke satu arah.
Drainase Ventrikulo Peritoneal
8. Dampak hidrosephalus post operasi shunt terhadap kebutuhan dasar manusia sebagai mahluk yang holistik
a. Aktivitas
Pada klien dengan hidrosephalus biasanya ditemukan kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak, ataksia, dan gerakan involunter. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan intra kranial pada kepala sehingga menekan organ-organ disekitarnya yang menyebabkan syaraf tertekan sehingga terjadi kelemahan pada tubuh. Setelah dilakukan pemasangan shunt tekanan intra kranial akan menurun, tetapi bukan satu patokan bahwa tekanan intra kranial dapat kembali normal dan aktivitas dapat berjalan normal.
b. Sirkulasi
Dengan adanya peningkatan tekanan intra kranial menyebabkan suplai darah ke otak terganggu sehingga menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi berkurang. Hal ini mengakibatkan otak kekurangan oksigen dan mengakibatkan jantung bekerja lebih berat sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah dan takikardi. Dengan adanya shunt cairan serebro spinal tersalurkan, tetapi komplikasi dari pemasangan shunt juga dapat menyebabkan aliran darah keotak tersumbat sehingga menyebabkan kurangnya suplai oksigen keotak.
c. Eliminasi
Karena adanya kerusakan sistem syaraf pusat pada klien hidrosephalus menyebabkan adanya gangguan pada pola eliminasi seperti inkontenensia dan retensi urin. Setelah dilakukan pemasangan shunt penekanan syaraf pusat akan berkurang akibat dari penyaluran cairan serebro spinal ke ekstrakranial akan tetapi, pembuangan CSS pada peritoneum dapat menekan usus dan mengganggu proses eliminasi.
d. Nyeri
Pada umumnya pasien dengan hidrosephalus akan mengalami gelisah, sering menangis, dan tampak terus terjaga. Hal ini disebabkan karena adanya nyeri kepala, shunset phenomena, dan juga pembesaran kepala pada bayi yang disebabkan karena adanya peningkatan tekanan intra kranial pada otak yang menekan jaringan sekitarnya. Setelah pemasangan shunt nyeri dapat disebabkan karena adanya insisi bedah dan selang shunt yang terpasang dari kepala bagian pariental menjalar melalui leher dan dada kemudian berakhir pada daerah epigastrium.
e. Neuro sensori
Pada pasien dengan hidrosephalus karena adanya peningkatan tekanan intra cranial maka akan terjadi kerusakan pada syaraf kranial terutama yang mempersyarafi mata dan telinga, peningkatan tekanan intra kranial juga dapat menyebabkan gangguan kesadaran dan gangguan motorik. Dengan adanya selang shunt peningkatan tekanan intra kranial akan berkurang, jika kerusakan pada syaraf kranial terjadi sebelum pemasangan shunt kelainan mungkin akan timbul.
f. Makanan / cairan
Asupan nutrisi pada pasien hidrosephalus akan terganggu sehingga mengakibatkan turgor kulit menipis, dan mebran mukosa kering. Hal itu disebabkan karena penurunan kesadaran.
g. Pernapasan
Adanya riwayat infeksi pada saluran pernapasan mungkin sebagai salah satu penyebab dari hidrosephalus, infeksi saluran pernapasan dapat menyebabkan peningkatan eksudat pada paru-paru,
h. Keamanan
Pada klien dengan hidrosepalus karena adanya peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan gangguan pendengaran dan penglihatan, peningkatan suhu tubuh, dan juga kelemahan secara umum menyebabkan klien perlu untuk diawasi demi keselamatannya. Setelah dilakukan pemasangan shunt keamanan dari cedera harus diawasi karena efek dari anastesi.
i. Hygiene
Karena adanya kelemahan secara umum / gangguan kesadaran pada klien dengan hidrosephalus menyebabkan tidak mampu melakukan aktivitas dengan sendiri, sehingga menyebabkan klien menjadi ketergantungan terhadap orang lain.
j. Pengetahuan
Pada pasien dengan hidrosephalus memerlukan pengobatan dan perawatan yang berkesinambungan. Dengan kondisi yang lemah ditambah dengan keyakinan agama yang mempengaruhi pilihan pengobatan dan perawatan menyebabkan masukan informasi tentang pengobatan dan perawatan berkurang, sehingga menyebabkan kurang pengetahuan pada keluarga. Keluarga harus diberikan informasi tentang cara merawat klien setelah pemasangan shunt
9. Dampak hidrosephalus post operasi shunt terhadap pertumbuhan dan perkembangan
Dampak hidrosephalus post-op shunt terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah terganggu proses pertumbuhan dan perkembangan, misalnya gangguan pada proses penglihatan dan pendengaran karena akibat dari penekanan cairan serebro spinal terhadap otak, penurunan berat badan akibat dari muntah proyektil, dan penurunan kesadaran
10. Konsep tumbuh kembang pada anak usia infant
Pertumbuhan adalah terjadinya perubahan dalam besar , jumlah, dan ukuran sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur.
a. Aspek pertumbuhan dan perkembangan pada usia infant
Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda, namun ada patokan untuk mengukur kemampuan yang telah dicapai seorang anak pada umur tertentu. Tujuan dari adanya patokan umur tersebut adalah agar kita dapat memberikan stimulus pada anak yang belum mencapai kemampuan sesuai tahap umur agar dapat mencapai perkembangan yang optimal.
1) Pertumbuhan
a) Berat badan dan tinggi badan
(1). Usia 1-6 bulan
Penambahan berat badan 150-200 gram setiap minggu selama enam bulan pertama, penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama enam bulan pertama.
(2). Usia 6-12 bulan
Penambahan berat badan 90-150 gram setiap minggu selama enam bulan berikutnya, penambahan tinggi badan 1,25 cm setiap bulan selama enam bulan berikutnya.
b) Lingkar kepala
(1). Usia 1-6 bulan
Lingkar kepala membesar 1,5 cm setiap bulan selama enam bulan pertama
(2). Usia 6-12 bulan
Lingkar dada dan lingkar kepala sama (46,5 cm)
2) Perkembangan
a) Perkembangan psikososial menurut (Erik Erikson)
Anak pada usia 0-1 tahun berada pada tahap perkembangan trust vs mistrust yaitu dimana rasa percaya merupakan komponen awal yang sangat penting, mendasari tahun pertama kehidupannya. Hubungan ibu dan anak yang harmonis sangat penting dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan social, karena merupakan awal pengalaman rasa percaya anak. Rasa percaya timbul bila kebutuhan dasar tidak terpenuhi.
b) Tahap perkembangan psikososial (Sigmund freud)
Menurut Sigmund freud anak pada usia 0-1 tahun berada pada fase oral yaitu kepuasan berada pada sekitar mulut, jika hubungan bayi memuaskan maka akan memberikan situasi yang penuh kasih saying, dimana itu sangat penting bagi proses pendewasaan pada masa depannya.
c) Tahap perkembangan kognitif (Piaget)
Pada usia anak 0-2 tahun piaget mengatakan anak berada pada tahap sensoris – motoris yaitu dimana menghisap (sucking) adalah ciri utama pada perilaku bayi. Pada tahap ini anak mengembangkan aktivitasnya dengan menunjukan perilaku sederhana yang dilakukan berulang-ulang untuk meniru perilaku tertentu dari lingkungannya. Jadi, perkembangan intelektual dipelajari melalui sensasi dan pergerakan.
d) Tahap perkembangan moral (Kohlberg)
Menuru Kohlberg anak pada usia 0-1 tahun berada pada tahap perkembangan moral preconventional diamana anak belajar baik dan buruk, atau benar salah melalui budaya sebagai dasar dalam peletakan moral. Tahap preconventional memiliki 3 tahapan yaitu :
(1). Tahap pertama : didsari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya mau, rasa cinta dan kasing saying akan menolong dalam memahami tentang kebaikan.
(2). Tahap kedua : orientasi hukum dan ketaatan yaitu baik dan buruk sebagai konsekuensi dari tindakanya, oleh karena itu hati-hati apabila anak memukul temannya atau orang tua dan tidak diberi sangsi karena anak akan berfikir bahwa tindakannya bukan suatu perbuatan yang buruk.
(3). Tahap tiga : anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan bagi mereka sendiri.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hidrosephalus Post Operasi Shunt
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta catan riviu sebelumnya (Doengoes, 2000:7).
a. Identitas
Identitas klien meliputi : jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal, masuk tanggal pengkajian, alamat, nomor RM, diagnosa medis, identitis penaggung jawab nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan klien
b. Keadaan Umum
Klien dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan rewel. Kesadaran pada umumnya masih belum composmentis akibat dari efek anastesi.
c. Keluhan utama
Keluhan pada anak dengan post-op shunt adalah anak sering tertidur dan jarang melakukan aktivitas.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan Hidrosephalus datang karena adanya pembesaran kepala, kelainan pada mata, dan kejang.
e. Riwayat kesehatan lalu
Klien dengan Hidrosephalus biasanya dapat dilatar belakangi dengan adanya cedera kepala selama proses persalinan, infeksi cerebral atau pernapasan.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit Hidrosephalus, karena terdapat Hidrosephalus akibat kelainan bawaan.
g. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan anak biasanya terganggu; penurunan berat badan terganggunya perkembangan; fungsi motorik kasar dan halus, dan fungsi bicara sebelum dilakukan pemasangan shunt.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan mudah tertidur, hal itu dikarenakan masih terdapatnya efek dari anastesi.
2) Antropometri
Lingkar kepala biasanya masih membesar dengan diameter melebihi normal, namun berjalan dengan waktu lingkar kepala akan semakin mengecil mendekati batas normal.
3) Pemeriksaan sistematis
a) Kepala
Pada anak dengan pemasangan shunt akan terlihat luka insisi bedah pada bagian pariental, dan teraba adanya selang shunt dari kepala menjalar keleher bagian belakang.
b) Mata
Nistagmus horizontal, refleks cahaya berkurang, dan sunset phenomena biasanya masih terdapat walaupun telah dilakukan pemasangan selang shunt.
c) Hidung
Anak dengan post-op hidrosephalus biasanya tidak mengalami gangguan dengan bentuk hidung, tetapi jika penyebab dari hidrosephalus dari infeksi saluran pernapasan maka pernapasan cuping hidung mungkin terdapat.
d) Telinga
Biasanya terdapat gangguan pendengaran akibat dari peningkatan tekanan intra kranial. Sebagian besar kien dengan post-op shunt tidak terdapat gangguan pada fungsi pendengaran.
e) Mulut
Tidak terdapat kelainan pada mulut.
f) Leher
Terlihat dan teraba pada leher bagian samping selang shunt yang melintas dari kepala bagian pariental menjalar terus melewati dada klien, biasanya klien merasakan sakit saat menggerakan leher kearah bagian yang terpasang selang shunt.
g) Pemeriksaan thorak dan fungsi pernapasan
Akan terlihat dan teraba selang shunt yang menjalar dari leher menuju peritoneum pada salah satu bagian dada, pernapasan post-op shunt biasanya melemah akibat efek dari anastesi.
h) Abdomen
Pada abdomen klien dengan post-op shunt perut terlihat cembung, dan terlihat selang pada daerah epigastrium.
i) Genitalia
Tidak terdapat kelainan pada genitalia dan anus.
j) Pemeriksaan syaraf kranial
Terdapat kelainan pada nervus 2, 3, 4, dan 6 akibat dari peningkatan tekanan inta cranial sebelum pemasangan shunt, kadang terjadi gangguan pada nervus 8.
k) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan CT-scan biasanya terlihat akumulasi cairan serebro spinal pada ventrikel atau saluran cairan serebro spinal, terlihat pembesaran pada tengkorak, sutura terlihat lebih melebar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doengoes, 2000:7).
a. Resiko perubahan perfusi jaringan cerebral
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan efek anastesi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan drainase mekanik
d. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah
e. Resiko perubahan tumbuh kembang
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
READ MORE - ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEPHALUS POST OPERASI SHUNT

ASKEP GLUKOMA

Kamis, 14 April 2011


A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)
B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

D. PATHWAY GLAUKOMA
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata



Obstruksi jaringan peningkatan tekanan
Trabekuler Vitreus



Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan
Cairan humor aqueous




TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat




Gangguan saraf optik tindakan operasi




Perubahan penglihatan
Perifer




Kebutaan

E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat : Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan : Mual, muntah (glaukoma akut)
c) Neurosensori : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982
2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.
3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992
4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000
5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998
6. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002
READ MORE - ASKEP GLUKOMA

 
 
 
bisnis paling gratis