ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEPHALUS POST OPERASI SHUNT

Senin, 18 April 2011

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Hidrosephalus adalah akumulasi berlebihan dari Cairan Serebro Spinal (CSS) dalam sistem ventrikel, yang mengakibatkan dilatasi positif pada ventrikel (Wong, 2004:572).
Hidrosephalus adalah keadaan dimana jumlah CSS dalam rongga serebro spinal yang berlebihan dapat meningkatkan tekanan sehingga dapat merusak jaringan syaraf (Silvia, 1995:917).
Hidrosephalus adalah suatu keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebro spinal, disebabkan oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorsi cairan tersebut (Darto sahars.wordpress.com/2006/05/20/hidrosephal).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hidrosephalus adalah suatu keadaan patologis otak akibat akumulasi berlebih dari CSS yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan syaraf dan disebabkan oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorsi CSS.
Shunt adalah pengaliran darah atau cairan bukan melalui pembuluh darah yang lazim atau aliran pintas (Hincliff, 1999: 402).
2. Etiologi
a. Kelainan bawaan
1) Stenosis akuaduktus silvi
Merupakan penyebab yang paling banyak pada hidrosephalus pada bayi dan anak (60-90%). Aquaduktus dapat berupa saluran yang buntu sama sekali atau abnormal (lebih sempit)
2) Spina bifida
Hidrosephalus pada kelainan ini biasanya berhubungan dengan sindrom Arnold-Chiari akibat tertariknya medulla spinalis dengan medulla oblongata dan serebelum letaknya lebih rendah dan menutupi foramen magnum sehingga menyebabkan sumbatan.
3) Sindrom Dandy-Walker
Merupakan atresia kongenital foramen luscha dan magandi pada ventrikel IV.
4) Kista araknoid
Dapat terjadi kongenital tetapi dapat juga timbul akibat trauma sekunder suatu hematoma.
b. Infeksi
Infeksi dapat mengakibatkan perlekatan meningen sehingga dapat terjadi obliterasi ruangan subaraknoid. Biasanya terjadi setelah proses infeksi, infeksi yang sering menyebabkan Hidrosephalus adalah infeksi saluran pernapasan.
c. Neoplasma
Hidrosephalus dapat disebabkan oleh neoplasma jika tumor tersebut menekan atau menyumbat saluran dari cairan serebro spinal.
d. Perdarahan
Telah banyak di buktikan bahwa perdarahan dalam otak sebelum dan sesudah lahir, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.
3. Anatomi Fisiologi Syaraf
Sistem syaraf dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem syaraf pusat dan sistem syaraf tepi. Sistem syaraf tepi terdiri dari susunan syaraf otonom dan susunan syaraf somatik, sedangkan sistem syaraf pusat terdiri dari medulla spinalis dan otak.
a. Medulla spinalis
Medulla spinalis merupakan suatu struktur lanjutan tunggal yang memanjang dari medulla oblongata melalui foramen magnum dan terus kebawah melalui kolumna vertebralis sampai vertebra lumbalis pertama (L1). Fungsi medulla spinalis adalah mengkoordinasi gerakan refleks, mengkoordinasi anggota gerak / tubuh, dan menyampaikan stimulus ke otak.
b. Otak
Otak dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
1) Otak besar (Cerebrum)
Otak besar merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol. Disini terdapat pusat-pusat syaraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik. Otak besar terdiri dari empat lobus yaitu :
a) Lobus frontalis
Lobus ini terletak didepan sulkus sentralis, mempunyai fungsi mengatur gerakan-gerakan terlatih seperti menulis, motorik bicara, dan mengemudi. Pada bagian prefrontal berfungsi melakukan kegiatan intelektual kompleks (berfikir), beberapa fungsi ingatan, rasa tanggung jawab dan penilaian / pandangan ke masa depan.
b) Lobus parientalis
Lobus parientalis terletak didepan sulkus sentralis dan dibelakangi oleh korako oksipital. Lobus ini memiliki fungsi utama memproses informasi sensorik (nyeri, suhu, sensasi raba dan tekan).
c) Lobus temporalis
Terletak dibawah lateral dari fisura serebralis dan didepan lobus oksipitalis. Berfungsi sebagai area sensori reseptif untuk impuls pendengaran dan mempunyai peran dalam proses ingatan tertentu.
d) Lobus oksipitalis
Bagian ini terletak dibagian belakang dari serebrum, mempunyai fungsi penglihatan, berperan dalam refleks gerak mata apabila sedang memandang atau mengikuti gerak objek.
2) Otak kecil (serebellum)
Terletak didalam fosa kranialis posterior dan ditutupi oleh durameter yang memisahkannya dari lobus oksipitalis. Fungsi utama dari serebellum adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasikan dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
3) Batang otak
Batang otak pada bagian atas berhubungan dengan cerebrum, pada bagian bawah berhubungan dengan medulla oblongata dan medulla spinalis. Batang otak terdiri dari lima bagian yaitu :
a) Diensefalon
Adalah bagian teratas dari batang otak yang terletak diantara otak kecil dan mesensefalon, bagian ini berfungsi :
(1). Sebagai pengatur vasokonstriksi bagi pembuluh darah
(2). Berperan sebagai proses pernapasan
(3). Mengatur kegiatan refleks
(4). Membantu pengaturan kerja jantung
b) Mesensefalon
Fungsi utama dari mesensefalon adalah berperan sebagai pusat pengatur pergerakan-pergerakan bola mata dan kelopak mata.
c) Pons vareli
Letak bagian ini diantara otak tengah dan medulla oblongata disini terdapat bagian yang mengatur gerakan pernapasan dan refleks. Fungsi pons vareli antara lain :
(1). Penghubung antara kedua bagian serebellum dan juga antara medulla oblongata dengan cerebrum (otak besar)
(2). Merupakan pusat dari nervus trigeminus
d) Medulla oblongata
Merupakan bagian dari batang otak yang paling bawah yang menghubungkan medulla spinalis keatas. Bagian medulla oblongata yang melebar disebut kanalis sentralis yang berada dibagian tengah ventral medulla oblongata. Fungsi medulla oblongata adalah :
(1). Mengontrol pekerjaan jantung
(2). Mengecilkan pembuluh darah
(3). Sebagai pusat pernapasan
(4). Mengontrol kegiatan refleks
e) Hipotalamus
Hipotalamus terletak antara cerebrum, batang otak, dan vertebra. Banyak cirri anatomi dasar pada hipotalamus yang sama dengan formasi retikuler batang otak, misalnya neuro isendrit. Hipotalus mempunyai fungsi utama dalam pengontrol suhu tubuh, berisi reseptor suhu yang memonitor suhu darah dan thermostat yang mengatur system control produksi panas
4) Suplai darah otak
Seperti jaringan tubuh lainnya, otak juga sangat tergantung dari aliran yang memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa metabolisme. Kurang lebih 20 % dari seluruh suplai darah tubuh diberikan ke otak, suplai darah otak dijamin oleh 2 arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis, sedangkan aliran vena otak tak selalu paralel dengan suplai darah arteri; pembuluh darah vena meninggalkan otak melalui sinus dura dan kembali kesirkulasi umum melalui vena jugularis interna.
5) Ventrikel dan cairan serebro spinal (CSS)
Ventrikel merupakan rangkaian dari empat rongga dalam otak yang saling berhubungan dan dibatasi oleh ependima (semacam sel epitel yang membatasi semua rongga otak dan medulla spinalis dan mengandung CSS. Ventrikel 3 terletak didalam diensefalon, sedangkan ventrikel 4 dalam pons dan medulla oblongata, ventrikel lateral (I,II), terdapat pada setiap hemisfer serebri. Dalam setiap ventrikel terdapat struktur sekresi cairan serebro spinal yaitu pleksus koroideus, cairan ini diproduksi sekitar 500-700 ml perhari dan berisi air, elektrolit, CO2 dan O2 yang terlarut, glukosa, leukosit, dan sedikit protein. Cairan serebro spinal diproduksi di pleksus koroideus kemudian bersirkulasi dalam ventrikel-ventrikel dan ruang subaraknoid, CSS diabsorsi oleh vili araknoid kedalam sinus dura. (pleksus koroideus - ventrikel lateral – foramen monro – ventrikel 3 – aquaduktus – ventrikel 4 – ruang subaraknoid – vili araknoid). Fungsi dari cairan serebro spinal adalah melembabkan otak dan medulla spinalis, melindungi organ-organ diotak dan medulla spinalis, melicinkan organ-organ medulla spinalis dan otak.
Sirkulasi CSS
c. syaraf tepi
Syaraf tepi dibagi menjadi 2 bagian yaitu :
1) Syaraf somatic
Susunan syaraf yang mempunyai peranan spesifik untuk mengatur aktifitas otot sadar atau serat lintang
2) Syaraf otomom
Menurut fungsinya syaraf otonom dibagi menjadi dua bagian yaitu saraf simpatis dan parasimpatis.
4. Patofisiologi
Akibat dari penyebab hidrosephlus (kelainan bawaan, infeksi, neoplasma, perdarahan) dapat mengakibatkan terganggunya saluran dan absorsi cairan serebro spinal dan dapat menyebabkan peningkatan tekanan intra kranial (TIK), yang menyebabkan tekanan intraventrikuler meningkat sehingga kornu anterior ventrikuler lateral melebar.
Dengan adanya pelebaran seluruh ventrikel lateral, dalam waktu yang singkat dan diikuti oleh penipisan ependim ventrikulus. Hal ini dapat mengakibatkan permeabilitas ventrikel meningkat menyebabkan peningkatan absorsi CSS dan akan menimbulkan edema substansia alba didekatnya. Menyebabkan terjadinya hidrosepahlus. Akibat dari peningkatan tekanan CSS intraventrikular adalah sistem venosa menjadi kolaps dan penurunan volume aliran darah, sehingga terjadi hipoksia dan perubahan metabolisme parenkim (kehilangan lipid dan protein).
5. Manifestasi klinis
a. Bayi
1) Kepala semakin membesar
2) Ubun-ubun menegang dan melebar
3) Sutura melebar
4) Perkembangan terhambat
5) Nistagmus horizontal
6) Cerebral Cry, yaitu tangisan pendek bernada tinggi dan bergetar
7) Sunset phenomena, yaitu bola mata terdorong kebawah oleh tekanan dan penipisan tulang suborbital, sklera tampak diatas iris, sehingga iris seakan-akan seperti matahari yang terbenam
8) Cracked-pot sign, yaitu bunyi seperti pot yang retak atau buah semangka pada pekusi kepala.
b. Anak
1) Muntah proyektil
2) Nyeri kepala
3) Kejang
4) Kesadaran menurun
5) Papiledema
6. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan penunjang yang dapat menegakan hidrosephalus antara lain:
a. Transmulasi kepala
b. Ultrasonografi kepala bila sutura belum menutup
c. CT-scan
7. Manajemen medik
a. Terapi medikamentosa
Hidrosephalus dengan progresivitas rendah dan tanpa obtruksi pada umumnya tidak memerlukan tindakan operasi. Dapat diberikan asetazolamid dengan dosis 25-50 mg/kg BB. Pada keadaan akut dapat diberikan manitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan meskipun hasilnya kurang memuaskan.
b. Tindakan bedah
Terdapat 3 prinsip pengobatan untuk hidrosephalus antara lain :
1) Mengurangi produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus koroideus dengan reseksi atau koagulasi.
2) Memperbaiki hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorsi
3) Mengeluarkan CSS kedalam organ eksternal :
Yaitu dengan cara mengalirkan cairan serebro spinal dari ventrikel keluar dari kranium. Drainase ini biasanya dilakukan pada penderita hidrosephalus obstruktif baik yang disebabkan oleh perdarahan maupun neoplasma. Komplikasi dari pemasangan shunt antara lain : disfungsi shunt, infeksi shunt, dan disproporsi kranioserebral. Macam dari shunt seperti :
a) Drainase ventrikulo-peritoneal
b) Drainase ventrikulo-pleural
c) Drainase ventrikulo-uretrostomi
d) Cara yang dianggap paling baik yaitu mengalirkan CSS kedalam vena jugularis dan jantung yang memungkinkan pengaliran CSS ke satu arah.
Drainase Ventrikulo Peritoneal
8. Dampak hidrosephalus post operasi shunt terhadap kebutuhan dasar manusia sebagai mahluk yang holistik
a. Aktivitas
Pada klien dengan hidrosephalus biasanya ditemukan kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak, ataksia, dan gerakan involunter. Hal ini disebabkan oleh adanya peningkatan tekanan intra kranial pada kepala sehingga menekan organ-organ disekitarnya yang menyebabkan syaraf tertekan sehingga terjadi kelemahan pada tubuh. Setelah dilakukan pemasangan shunt tekanan intra kranial akan menurun, tetapi bukan satu patokan bahwa tekanan intra kranial dapat kembali normal dan aktivitas dapat berjalan normal.
b. Sirkulasi
Dengan adanya peningkatan tekanan intra kranial menyebabkan suplai darah ke otak terganggu sehingga menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi berkurang. Hal ini mengakibatkan otak kekurangan oksigen dan mengakibatkan jantung bekerja lebih berat sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah dan takikardi. Dengan adanya shunt cairan serebro spinal tersalurkan, tetapi komplikasi dari pemasangan shunt juga dapat menyebabkan aliran darah keotak tersumbat sehingga menyebabkan kurangnya suplai oksigen keotak.
c. Eliminasi
Karena adanya kerusakan sistem syaraf pusat pada klien hidrosephalus menyebabkan adanya gangguan pada pola eliminasi seperti inkontenensia dan retensi urin. Setelah dilakukan pemasangan shunt penekanan syaraf pusat akan berkurang akibat dari penyaluran cairan serebro spinal ke ekstrakranial akan tetapi, pembuangan CSS pada peritoneum dapat menekan usus dan mengganggu proses eliminasi.
d. Nyeri
Pada umumnya pasien dengan hidrosephalus akan mengalami gelisah, sering menangis, dan tampak terus terjaga. Hal ini disebabkan karena adanya nyeri kepala, shunset phenomena, dan juga pembesaran kepala pada bayi yang disebabkan karena adanya peningkatan tekanan intra kranial pada otak yang menekan jaringan sekitarnya. Setelah pemasangan shunt nyeri dapat disebabkan karena adanya insisi bedah dan selang shunt yang terpasang dari kepala bagian pariental menjalar melalui leher dan dada kemudian berakhir pada daerah epigastrium.
e. Neuro sensori
Pada pasien dengan hidrosephalus karena adanya peningkatan tekanan intra cranial maka akan terjadi kerusakan pada syaraf kranial terutama yang mempersyarafi mata dan telinga, peningkatan tekanan intra kranial juga dapat menyebabkan gangguan kesadaran dan gangguan motorik. Dengan adanya selang shunt peningkatan tekanan intra kranial akan berkurang, jika kerusakan pada syaraf kranial terjadi sebelum pemasangan shunt kelainan mungkin akan timbul.
f. Makanan / cairan
Asupan nutrisi pada pasien hidrosephalus akan terganggu sehingga mengakibatkan turgor kulit menipis, dan mebran mukosa kering. Hal itu disebabkan karena penurunan kesadaran.
g. Pernapasan
Adanya riwayat infeksi pada saluran pernapasan mungkin sebagai salah satu penyebab dari hidrosephalus, infeksi saluran pernapasan dapat menyebabkan peningkatan eksudat pada paru-paru,
h. Keamanan
Pada klien dengan hidrosepalus karena adanya peningkatan tekanan intra kranial yang mengakibatkan gangguan pendengaran dan penglihatan, peningkatan suhu tubuh, dan juga kelemahan secara umum menyebabkan klien perlu untuk diawasi demi keselamatannya. Setelah dilakukan pemasangan shunt keamanan dari cedera harus diawasi karena efek dari anastesi.
i. Hygiene
Karena adanya kelemahan secara umum / gangguan kesadaran pada klien dengan hidrosephalus menyebabkan tidak mampu melakukan aktivitas dengan sendiri, sehingga menyebabkan klien menjadi ketergantungan terhadap orang lain.
j. Pengetahuan
Pada pasien dengan hidrosephalus memerlukan pengobatan dan perawatan yang berkesinambungan. Dengan kondisi yang lemah ditambah dengan keyakinan agama yang mempengaruhi pilihan pengobatan dan perawatan menyebabkan masukan informasi tentang pengobatan dan perawatan berkurang, sehingga menyebabkan kurang pengetahuan pada keluarga. Keluarga harus diberikan informasi tentang cara merawat klien setelah pemasangan shunt
9. Dampak hidrosephalus post operasi shunt terhadap pertumbuhan dan perkembangan
Dampak hidrosephalus post-op shunt terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak adalah terganggu proses pertumbuhan dan perkembangan, misalnya gangguan pada proses penglihatan dan pendengaran karena akibat dari penekanan cairan serebro spinal terhadap otak, penurunan berat badan akibat dari muntah proyektil, dan penurunan kesadaran
10. Konsep tumbuh kembang pada anak usia infant
Pertumbuhan adalah terjadinya perubahan dalam besar , jumlah, dan ukuran sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur.
a. Aspek pertumbuhan dan perkembangan pada usia infant
Pencapaian suatu kemampuan pada setiap anak bisa berbeda, namun ada patokan untuk mengukur kemampuan yang telah dicapai seorang anak pada umur tertentu. Tujuan dari adanya patokan umur tersebut adalah agar kita dapat memberikan stimulus pada anak yang belum mencapai kemampuan sesuai tahap umur agar dapat mencapai perkembangan yang optimal.
1) Pertumbuhan
a) Berat badan dan tinggi badan
(1). Usia 1-6 bulan
Penambahan berat badan 150-200 gram setiap minggu selama enam bulan pertama, penambahan tinggi badan 2,5 cm setiap bulan selama enam bulan pertama.
(2). Usia 6-12 bulan
Penambahan berat badan 90-150 gram setiap minggu selama enam bulan berikutnya, penambahan tinggi badan 1,25 cm setiap bulan selama enam bulan berikutnya.
b) Lingkar kepala
(1). Usia 1-6 bulan
Lingkar kepala membesar 1,5 cm setiap bulan selama enam bulan pertama
(2). Usia 6-12 bulan
Lingkar dada dan lingkar kepala sama (46,5 cm)
2) Perkembangan
a) Perkembangan psikososial menurut (Erik Erikson)
Anak pada usia 0-1 tahun berada pada tahap perkembangan trust vs mistrust yaitu dimana rasa percaya merupakan komponen awal yang sangat penting, mendasari tahun pertama kehidupannya. Hubungan ibu dan anak yang harmonis sangat penting dalam memenuhi kebutuhan fisik, psikologis dan social, karena merupakan awal pengalaman rasa percaya anak. Rasa percaya timbul bila kebutuhan dasar tidak terpenuhi.
b) Tahap perkembangan psikososial (Sigmund freud)
Menurut Sigmund freud anak pada usia 0-1 tahun berada pada fase oral yaitu kepuasan berada pada sekitar mulut, jika hubungan bayi memuaskan maka akan memberikan situasi yang penuh kasih saying, dimana itu sangat penting bagi proses pendewasaan pada masa depannya.
c) Tahap perkembangan kognitif (Piaget)
Pada usia anak 0-2 tahun piaget mengatakan anak berada pada tahap sensoris – motoris yaitu dimana menghisap (sucking) adalah ciri utama pada perilaku bayi. Pada tahap ini anak mengembangkan aktivitasnya dengan menunjukan perilaku sederhana yang dilakukan berulang-ulang untuk meniru perilaku tertentu dari lingkungannya. Jadi, perkembangan intelektual dipelajari melalui sensasi dan pergerakan.
d) Tahap perkembangan moral (Kohlberg)
Menuru Kohlberg anak pada usia 0-1 tahun berada pada tahap perkembangan moral preconventional diamana anak belajar baik dan buruk, atau benar salah melalui budaya sebagai dasar dalam peletakan moral. Tahap preconventional memiliki 3 tahapan yaitu :
(1). Tahap pertama : didsari oleh adanya rasa egosentris pada anak, yaitu kebaikan adalah seperti apa yang saya mau, rasa cinta dan kasing saying akan menolong dalam memahami tentang kebaikan.
(2). Tahap kedua : orientasi hukum dan ketaatan yaitu baik dan buruk sebagai konsekuensi dari tindakanya, oleh karena itu hati-hati apabila anak memukul temannya atau orang tua dan tidak diberi sangsi karena anak akan berfikir bahwa tindakannya bukan suatu perbuatan yang buruk.
(3). Tahap tiga : anak berfokus pada motif yang menyenangkan sebagai suatu kebaikan. Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu yang memuaskan bagi mereka sendiri.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Hidrosephalus Post Operasi Shunt
1. Pengkajian
Pengkajian mencakup data yang dikumpulkan melalui wawancara pengumpulan riwayat kesehatan, pengkajian fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostik, serta catan riviu sebelumnya (Doengoes, 2000:7).
a. Identitas
Identitas klien meliputi : jenis kelamin, pendidikan, agama, tanggal, masuk tanggal pengkajian, alamat, nomor RM, diagnosa medis, identitis penaggung jawab nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, alamat, hubungan dengan klien
b. Keadaan Umum
Klien dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan rewel. Kesadaran pada umumnya masih belum composmentis akibat dari efek anastesi.
c. Keluhan utama
Keluhan pada anak dengan post-op shunt adalah anak sering tertidur dan jarang melakukan aktivitas.
d. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien dengan Hidrosephalus datang karena adanya pembesaran kepala, kelainan pada mata, dan kejang.
e. Riwayat kesehatan lalu
Klien dengan Hidrosephalus biasanya dapat dilatar belakangi dengan adanya cedera kepala selama proses persalinan, infeksi cerebral atau pernapasan.
f. Riwayat kesehatan keluarga
Dalam hal ini perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit Hidrosephalus, karena terdapat Hidrosephalus akibat kelainan bawaan.
g. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan anak biasanya terganggu; penurunan berat badan terganggunya perkembangan; fungsi motorik kasar dan halus, dan fungsi bicara sebelum dilakukan pemasangan shunt.
h. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Anak dengan post-op shunt biasanya lemah, kurang aktif, dan mudah tertidur, hal itu dikarenakan masih terdapatnya efek dari anastesi.
2) Antropometri
Lingkar kepala biasanya masih membesar dengan diameter melebihi normal, namun berjalan dengan waktu lingkar kepala akan semakin mengecil mendekati batas normal.
3) Pemeriksaan sistematis
a) Kepala
Pada anak dengan pemasangan shunt akan terlihat luka insisi bedah pada bagian pariental, dan teraba adanya selang shunt dari kepala menjalar keleher bagian belakang.
b) Mata
Nistagmus horizontal, refleks cahaya berkurang, dan sunset phenomena biasanya masih terdapat walaupun telah dilakukan pemasangan selang shunt.
c) Hidung
Anak dengan post-op hidrosephalus biasanya tidak mengalami gangguan dengan bentuk hidung, tetapi jika penyebab dari hidrosephalus dari infeksi saluran pernapasan maka pernapasan cuping hidung mungkin terdapat.
d) Telinga
Biasanya terdapat gangguan pendengaran akibat dari peningkatan tekanan intra kranial. Sebagian besar kien dengan post-op shunt tidak terdapat gangguan pada fungsi pendengaran.
e) Mulut
Tidak terdapat kelainan pada mulut.
f) Leher
Terlihat dan teraba pada leher bagian samping selang shunt yang melintas dari kepala bagian pariental menjalar terus melewati dada klien, biasanya klien merasakan sakit saat menggerakan leher kearah bagian yang terpasang selang shunt.
g) Pemeriksaan thorak dan fungsi pernapasan
Akan terlihat dan teraba selang shunt yang menjalar dari leher menuju peritoneum pada salah satu bagian dada, pernapasan post-op shunt biasanya melemah akibat efek dari anastesi.
h) Abdomen
Pada abdomen klien dengan post-op shunt perut terlihat cembung, dan terlihat selang pada daerah epigastrium.
i) Genitalia
Tidak terdapat kelainan pada genitalia dan anus.
j) Pemeriksaan syaraf kranial
Terdapat kelainan pada nervus 2, 3, 4, dan 6 akibat dari peningkatan tekanan inta cranial sebelum pemasangan shunt, kadang terjadi gangguan pada nervus 8.
k) Pemeriksaan penunjang
Pada pemeriksaan CT-scan biasanya terlihat akumulasi cairan serebro spinal pada ventrikel atau saluran cairan serebro spinal, terlihat pembesaran pada tengkorak, sutura terlihat lebih melebar.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi (Doengoes, 2000:7).
a. Resiko perubahan perfusi jaringan cerebral
b. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan efek anastesi
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan drainase mekanik
d. Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah
e. Resiko perubahan tumbuh kembang
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
READ MORE - ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEPHALUS POST OPERASI SHUNT

ASKEP GLUKOMA

Kamis, 14 April 2011


A. DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klinik berupa peninggian tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraokuler.( Long Barbara, 1996)
B. ETIOLOGI
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intraokuler ini disebabkan oleh :
- Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan ciliary
- Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil
C. KLASIFIKASI
1. Glaukoma primer
- Glaukoma sudut terbuka
Merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 90-95% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran schleem, dan saluran yg berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejala awal biasanya tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri mata yang timbul.
- Glaukoma sudut tertutup(sudut sempit)
Disebut sudut tertutup karena ruang anterior secara anatomis menyempit sehingga iris terdorong ke depan, menempel ke jaringan trabekular dan menghambat humor aqueous mengalir ke saluran schlemm. Pergerakan iris ke depan dapat karena peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan di ruang posterior atau lensa yang mengeras karena usia tua. Gejala yang timbul dari penutupan yang tiba- tiba dan meningkatnya TIO, dapat berupa nyeri mata yang berat, penglihatan yang kabur dan terlihat hal. Penempelan iris menyebabkan dilatasi pupil, bila tidak segera ditangani akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.
2. Glaukoma sekunder
Dapat terjadi dari peradangan mata , perubahan pembuluh darah dan trauma . Dapat mirip dengan sudut terbuka atau tertutup tergantung pada penyebab.
- Perubahan lensa
- Kelainan uvea
- Trauma
- bedah
3. Glaukoma kongenital
- Primer atau infantil
- Menyertai kelainan kongenital lainnya
4. Glaukoma absolut
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
Berdasarkan lamanya :
1. GLAUKOMA AKUT
a. Definisi
Glaukoma akut adalah penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokuler yang meningkat mendadak sangat tinggi.
b. Etiologi
Dapat terjadi primer, yaitu timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik mata depan yang sempit pada kedua mata, atau secara sekunder sebagai akibat penyakit mata lain. Yang paling banyak dijumpai adalah bentuk primer, menyerang pasien usia 40 tahun atau lebih.
c. Faktor Predisposisi
Pada bentuk primer, faktor predisposisinya berupa pemakaian obat-obatan midriatik, berdiam lama di tempat gelap, dan gangguan emosional. Bentuk sekunder sering disebabkan hifema, luksasi/subluksasi lensa, katarak intumesen atau katarak hipermatur, uveitis dengan suklusio/oklusio pupil dan iris bombe, atau pasca pembedahan intraokuler.
d. Manifestasi klinik
1). Mata terasa sangat sakit. Rasa sakit ini mengenai sekitar mata dan daerah belakang kepala .
2). Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal berupa mual dan muntah , kadang-kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.
3). Tajam penglihatan sangat menurun.
4). Terdapat halo atau pelangi di sekitar lampu yang dilihat.
5). Konjungtiva bulbi kemotik atau edema dengan injeksi siliar.
6). Edema kornea berat sehingga kornea terlihat keruh.
7). Bilik mata depan sangat dangkal dengan efek tyndal yang positif, akibat timbulnya reaksi radang uvea.
8). Pupil lebar dengan reaksi terhadap sinar yang lambat.
9). Pemeriksaan funduskopi sukar dilakukan karena terdapat kekeruhan media penglihatan.
10). Tekanan bola mata sangat tinggi.
11). Tekanan bola mata antara dua serangan dapat sangat normal.
e. Pemeriksaan Penunjang
Pengukuran dengan tonometri Schiotz menunjukkan peningkatan tekanan.
Perimetri, Gonioskopi, dan Tonografi dilakukan setelah edema kornea menghilang.
f. Penatalaksanaan
Penderita dirawat dan dipersiapkan untuk operasi. Dievaluasi tekanan intraokuler (TIO) dan keadaan mata. Bila TIO tetap tidak turun, lakukan operasi segera. Sebelumnya berikan infus manitol 20% 300-500 ml, 60 tetes/menit. Jenis operasi, iridektomi atau filtrasi, ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaab gonoskopi setelah pengobatan medikamentosa.

2. GLAUKOMA KRONIK
a. Definisi
Glaukoma kronik adalah penyakit mata dengan gejala peningkatan tekanan bola mata sehingga terjadi kerusakan anatomi dan fungsi mata yang permanen.
b. Etiologi
Keturunan dalam keluarga, diabetes melitus, arteriosklerosis, pemakaian kortikosteroid jangka panjang, miopia tinggi dan progresif.
c. Manifestasi klinik
Gejala-gejala terjadi akibat peningkatan tekanan bola mata. Penyakit berkembang secara lambat namun pasti. Penampilan bola mata seperti normal dan sebagian tidak mempunyai keluhan pada stadium dini. Pada stadium lanjut keluhannya berupa pasien sering menabrak karena pandangan gelap, lebih kabur, lapang pandang sempit, hingga kebutaan permanen.
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tekanan bola mata dengan palpasi dan tonometri menunjukkan peningkatan. Nilai dianggap abnormal 21-25 mmHg dan dianggap patologik diatas 25 mmHg.
Pada funduskopi ditemukan cekungan papil menjadi lebih lebar dan dalam, dinding cekungan bergaung, warna memucat, dan terdapat perdarahan papil. Pemeriksaan lapang pandang menunjukkan lapang pandang menyempit, depresi bagian nasal, tangga Ronne, atau skotoma busur.
e. Penatalaksanaan
Pasien diminta datang teratur 6 bulan sekali, dinilai tekanan bola mata dan lapang pandang. Bila lapang pandang semakin memburuk,meskipun hasil pengukuran tekanan bola mata dalam batas normal, terapi ditingkatkan. Dianjurkan berolahraga dan minum harus sedikit-sedikit.

D. PATHWAY GLAUKOMA
Usia > 40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata



Obstruksi jaringan peningkatan tekanan
Trabekuler Vitreus



Hambatan pengaliran pergerakan iris kedepan
Cairan humor aqueous




TIO meningkat Glaukoma TIO Meningkat




Gangguan saraf optik tindakan operasi




Perubahan penglihatan
Perifer




Kebutaan

E. ASUHAN KEPERAWATAN
1). Pengkajian
a) Aktivitas / Istirahat : Perubahan aktivitas biasanya / hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b) Makanan / Cairan : Mual, muntah (glaukoma akut)
c) Neurosensori : Gangguan penglihatan (kabur/tidak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat/merasa di ruang gelap (katarak).
Penglihatan berawan/kabur, tampak lingkaran cahaya/pelangi sekitar sinar, kehilangan penglihatan perifer, fotofobia(glaukoma akut).
Perubahan kacamata/pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda :
Papil menyempit dan merah/mata keras dengan kornea berawan.
Peningkatan air mata.
d) Nyeri / Kenyamanan :
Ketidaknyamanan ringan/mata berair (glaukoma kronis)
Nyeri tiba-tiba/berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaukoma akut).
e) Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat keluarga glaukoma, DM, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh: peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan endokrin.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
2). Pemeriksaan Diagnostik
(1) Kartu mata Snellen/mesin Telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan) : Mungkin terganggu dengan kerusakan kornea, lensa, aquous atau vitreus humor, kesalahan refraksi, atau penyakit syaraf atau penglihatan ke retina atau jalan optik.
(2) Lapang penglihatan : Penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
(3) Pengukuran tonografi : Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmHg)
(4) Pengukuran gonioskopi :Membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
(5) Tes Provokatif :digunakan dalam menentukan tipe glaukoma jika TIO normal atau hanya meningkat ringan.
(6) Pemeriksaan oftalmoskopi:Mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma.
(7) Darah lengkap, LED :Menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
(8) EKG, kolesterol serum, dan pemeriksaan lipid: Memastikan aterosklerosisi,PAK.
(9) Tes Toleransi Glukosa :menentukan adanya DM.
F. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
a. Nyeri b/d peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai dengan mual dan muntah.
Tujuan : Nyeri hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
- pasien mendemonstrasikan pengetahuan akan penilaian pengontrolan nyeri
- pasien mengatakan nyeri berkurang/hilang
- ekspresi wajah rileks
Intervensi :
- kaji tipe intensitas dan lokasi nyeri
- kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis analgesik
- anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang tenang
- atur sikap fowler 300 atau dalam posisi nyaman.
- Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan TIO
- Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
- Berikan analgesik sesuai anjuran
b. Gangguan persepsi sensori : penglihatan b.d gangguan penerimaan;gangguan status organ ditandai dengan kehilangan lapang pandang progresif.
Tujuan : Penggunaan penglihatan yang optimal
Kriteria Hasil:
- Pasien akan berpartisipasi dalam program pengobatan
- Pasien akan mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut.
Intervensi :
- Pastikan derajat/tipe kehilangan penglihatan
- Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan
- Tunjukkan pemberian tetes mata, contoh menghitung tetesan, menikuti jadwal, tidak salah dosis
- Lakukan tindakan untuk membantu pasien menanganiketerbatasan penglihatan, contoh, kurangi kekacauan,atur perabot, ingatkan memutar kepala ke subjek yang terlihat; perbaiki sinar suram dan masalah penglihatan malam.
- Kolaborasi obat sesuai dengan indikasi
c. Ansitas b. d faktor fisilogis, perubahan status kesehatan, adanya nyeri, kemungkinan/kenyataan kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan, ragu-ragu, menyatakan masalah tentang perubahan kejadian hidup.
Tujuan : Cemas hilang atau berkurang
Kriteria Hasil:
- Pasien tampak rileks dan melaporkan ansitas menurun sampai tingkat dapat diatasi.
- Pasien menunjukkan ketrampilan pemecahan masalah
- Pasien menggunakan sumber secara efektif
Intervensi :
- Kaji tingkat ansitas, derajat pengalaman nyeri/timbul nya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
- Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
- Dorong pasien untuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
- Identifikasi sumber/orang yang menolong.

d. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan b.d kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang mengingat, salah interpretasi, ditandai dengan ;pertanyaan, pernyataan salah persepsi, tak akurat mengikuti instruksi, terjadi komplikasi yang dapat dicegah.
Tujuan : Klien mengetahui tentang kondisi,prognosis dan pengobatannya.
Kriteria Hasil:
- pasien menyatakan pemahaman kondisi, prognosis, dan pengobatan.
- Mengidentifikasi hubungan antar gejala/tanda dengan proses penyakit
- Melakukan prosedur dengan benar dan menjelaskan alasan tindakan.
Intervensi :
- Diskusikan perlunya menggunakan identifikasi,
- Tunjukkan tehnik yang benar pemberian tetes mata.
- Izinkan pasien mengulang tindakan.
- Kaji pentingnya mempertahankan jadwal obat, contoh tetes mata. Diskusikan obat yang harus dihindari, contoh midriatik, kelebihan pemakaian steroid topikal.
- Identifikasi efek samping/reaksi merugikan dari pengobatan (penurunan nafsu makan, mual/muntah, kelemahan,
jantung tak teratur dll.
- Dorong pasien membuat perubahan yang perlu untuk pola hidup
- Dorong menghindari aktivitas,seperti mengangkat berat/mendorong, menggunakan baju ketat dan sempit.
- Diskusikan pertimbangan diet, cairan adekuat dan makanan berserat.
- Tekankan pemeriksaan rutin.
- Anjurkan anggota keluarga memeriksa secara teratur tanda glaukoma.
DAFTAR PUSTAKA

1. Junadi P. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius, FK-UI, 1982
2. Sidarta Ilyas, Ilmu Penyakit Mata, FKUI, 2000.
3. Long C Barbara. Medical surgical Nursing. 1992
4. Doungoes, marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed 3, EGC, Jakarta, 2000
5. Susan Martin Tucker, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosisi dan Evaluasi. Ed 5 Vol3 EGC. Jakarta 1998
6. Brunner & Suddart. Keperawatan Medical Bedah EGC. Jakarta 2002
READ MORE - ASKEP GLUKOMA

TEHNIK MENGATASI NYERI ”RENDAM”

Senin, 11 April 2011

PENGERTIAN
Tindakan keperawatan denagn cara merendam dengan menggunakan cairan hangat yang dapat dilakukan pada daerah tangan, kaki, glutea,seluruh bagian tubuh yang mengalami gangguan integritas, gangguan sirkulasi, ketegangan otot atau terdapat luka kotor.

TUJUAN
1. Mengendorkan otot,tendon dan ligamen
2. Menghilangkan nyeri dan peradangan
3. Mempercepat penyembuhan jaringan
4. Memperbaiki sirkulasi
5. Membersihkan luka kotor.

PERSIAPAN ALAT:
1. Alat/tempat perendam
2. Larutan PK untuk rendam duduk/mandi rendam
3. Handuk
4. Pinset dan gunting steril
5. Kain kasa steril
6. Kapas sublimat

PROSEDUR PELAKSANAAN
A. Rendam Tangan dan Kaki
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakuakn
2. Cuci tangan
3. Mesukkan larutan hangat (40,5º C – 43˚ C) ke dalam alat/tempat perendam
4. Tuangkan obat yang diperlukan pada air rendaman.
5. Letakkan pengalas dibawah tempat rendaman.
6. Masukkan bagian yang akan direndam (tangan/kaki).
7. Tutup bagian atas rendaman dengan handuk supaya tidak cepat menguap panasnya.
8. Lakukan perendaman selama 5 – 10 menit.
9. Setelah selesai, bersihkan daerah yang rendam. Bila ada jaringan yang kotor,lakukan pembersihan dengan kapas sublimat dengan menggunakan sublimat atau dengan menggunakan jaringan yang mati.
10. Cuci tangan setelah melakukan prosedur
11. Catat perubahan yang terjadi ( hasil rendaman, kondisi pasien, reaksi kulit, dan cairan yang digunakan/obat).

B. Rendam Glutea (Rendam Duduk)
Dikukan pada :
1. Daerah luka sekitar anus dan genetalia
2. Jahitan epistomi pasca persalinan yang meradang
3. Pasien pasca operai hemoroidektomi.

Untuk rendam duduk , larutan yang diperlukan adalah PK dengan perbandingan 1:4.000 atau sesuai program dokter.

Prosedur Tindakan :
1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci tangan
3. Masukkan larutan PK 1 : 4.000 pada larutan hangat untuk merendam dan tuangkan kedalam tempat rendaman.
4. Pasang sampiran bila pasien dirawat dibangsal umum
5. Lakukan perendaman selama 5 – 10 menit. Setelah selesai, bersihkan daerah luka dengan kapas sublimat dengan menggunakan pinset.
6. Tutup luka dan keringkan dengan kasa steril lalu pasang perban.
7. Cuci tangan setelah prosedur tindakan.
8. Catat keadaan dan reaksi kulit dan hasil rendaman

C. Rendam Seluruh bagian Tubuh
Dilakukan apabila:
Luka mencapai seluruh tubuh, seperti luka bakar.

larutan yang diperlukan adalah PK dengan perbandingan 1:4.000 atau sesuai program dokter.

Prosedur Tindakan :
1. Cuci tangan
2. Masukkan larutan PK 1 : 4000 pada air ditempat rendaman dan diaduk.
3. Masukkan bagian tubuh kedalamtempat rendaman selama 5 – 10 menit dan bersihkan daerah luka dengan kain kasa.
4. Setelah selesai, bersihkan luka dengan kain kasa steril dan keringkan. Lalu beri obat sesuai program dokter.
5. Tutup luka dengan kain kasa.
6. Cuci tangan
7. Catat hasil rendaman dan keadaan luka.
READ MORE - TEHNIK MENGATASI NYERI ”RENDAM”

askep syok

Sabtu, 02 April 2011


A.    Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan otot jantung (Mansjoer, 1999).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif (Ashadi, 1999).

B.     Etiologi
1.      Syok Hipovolemik
·         Kehilangan darah/syok hemoragik
ü  Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
ü  Hemoragik internal : hematoma, hematoraks/himoperitoneum
·         Kehilangan plasma
ü  Luka bakar
ü  Dermatitis eksfoliatif
·         Kehilangan cairan dan elektrolit
ü  Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebihan
ü  Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus
2.      Syok Kardiogenik
·         Disritmia
·         Kegagalan pompa jantung
·         Disfungsi katup akut
·         Ruptur septum ventrikel
3.      Syok Obstruktif
·         Tension pneumothorax
·         Penyakit perikardium
·         Penyakit pembuluh darah paru
·         Tumor jantung (miksoma atrial)
·         Trombus mural atrium kiri
·         Penyakit katup obstruktif
4.      Syok Distributif
·         Syok septik
·         Syok anafilaktik
·         Syok neurogenik
·         Obat-obatan vasodilator
·         Insufiensi adrenl akut

C.    Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1.      Fase Kompensasi
            Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2.      Fase Progresif
            Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.  
            Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation).
            Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
            Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3.      Fase Irevesibel
            Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
D.    Pathway
Kehilangan Darah, Kehilangan Plasma, Kehilangan Cairan dan Elektrolit
Disritmia, Kegagalan Pompa Jantung, Disfungsi Katup Akut
Ruptur Septum Ventrikel
 

Sirkulasi darah arteri tidak adekuat

Mempengaruhi curah jantung, volume darah dan tonus vasomotor perifer
 

Jika salah satu dari curah jantung, volume darah dan tonus otot tidak dapat melakukan kompensasi
Syok

 
 



-          Syok Hipovolemik
-          Syok Kardiogenik
-          Syok Neurogenik
-          Syok Septik
-          Syok Anafilaksis
 

Kegagalan akut fungsi sirkulasi
Penurunan Curah Jantung
 
Penurunan perfusi jaringan
 
 







Gangguan mekanisme homeostadisi
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
 
 


E.     Manifestasi Klinis (Mansjoer, 1999)
1.      Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik <100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2.      Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3.      Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4.      Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5.      Asidosis metabolik.
Pemantauan hemodinamik :
1.   Tekanan darah arteri
2.      Tekanan vena sentral
3.      Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
4.      Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.

F.     Penatalaksanaan (Mansjoer, 1999)
Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan kaki ditinggikan.
Untuk syok yang tidak terdiagnosis :
1.      Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat
2.      Pasang akses ke intravena
3.      Mengembalikan cairan
4.      Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam

G.    Derajat syok
1.      Syok Ringan
            Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.


2.      Syok Sedang
            Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
3.      Syok Berat
            Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun)

H.    Pemeriksaan
1.      Anamnesis
            Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
·         Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
·         Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
·         Riwayat infeksi (suhu tinggi)
·         Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2.      Pemeriksaan fisik
·         Kulit
ü  suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
ü  Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
ü  Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
·         Tekanan darah
ü  Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)

·         Status jantung
ü  Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
·         Status respirasi
ü  Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
·         Status Mental
ü  Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi  menurun, sopor sampai koma.
·         Fungsi Ginjal
ü  Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis)
·         Fungsi Metabolik
ü  Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
·         Sirkulasi
ü  Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi  pada syok kardiogenik
·         Keseimbangan Asam Basa
ü  Pada awal syok pO2 dan pCO2  menurun (penurunan pCO2  karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)
3.      Pemeriksaan Penunjang
·         Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
·         Analisa gas darah
·         EKG 

I.        Komplikasi
1.      Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan.
2.      Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia.
3.      DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

READ MORE - askep syok

 
 
 
bisnis paling gratis